27 April 2016

Jadi Ada Apa Dengan "Ada Apa Dengan Cinta 2?" ?




Jujur saja, saya tidak pernah membuat sebuah review, apa-apa yang saya tuliskan tentang film biasanya lebih kepada pengalaman-pengalaman pribadi saya ketika menikmatinya. Saya merasa belum memiliki kapabilitas yang mumpuni saja untuk menuliskan review. Begitu. Apa yang mau saya tuliskan ini juga mungkin lebih ke komentar-komentar yang saya keluarkan ketika saya menonton film ini.

Sabtu malam kemarin, dengan beruntungnya saya bisa menonton lebih dulu film AADC 2? Yah, lumayan ramai.

Tidak, saya tidak ikut red carpet, memang saya siapa? Wong ini aja keberuntungan yang tidak diduga-duga.

Saya tidak tahu bagaimana harapan orang-orang di luar sana tentang film ini, mungkin banyak yang berharap film ini akan se-magis film pertamanya terdahulu, atau setidaknya mampu memberikan emosi yang sama dengan mini drama-nya beberapa tahun lalu yang diproduksi untuk iklan aplikasi perpesanan.

Itu sah-sah saja, siapa sih yang tidak mengharapkan keberhasilan film Indonesia?

Dari para pembuat sampai penonton, atau bahkan sampai ke tingkat investor, semua berharap film-film indonesia mengalami peningkatan kualitas. Begitu pun saya.

Tapi saya tak pernah berharap lebih. Harapan saya selalu sama, setidaknya terhibur ketika menonton film buatan negeri sendiri, sudah sangat cukup.

Lalu, bagaimana dengan Ada Apa Dengan Cinta 2 ?

Film yang cukup fenomenal ini, berdasarkan namanya yang legendaris serta sineas yang membuatnya, ternyata tidak dapat memberikan kesan yang mendalam di diri saya. Tenang, saya juga cukup banyak merasakan ini ketika menonton film dalam negeri. Mungkin semacam overdosis film-film buatan luar negeri.

Entah kenapa, saya merasa ada yang janggal saja.

Beberapa kejanggalan yang saya rasakan dari film ini adalah, entah kenapa saya kurang merasa yakin terhadap jalinan persahabatan geng Cinta ini. Hal ini saya rasakan di awal film. Adegan pembuka yang bagi saya kurang berkesan dan terlihat canggung ini membuat saya mempertanyakan itu. Benarkah selama 14 tahun ini, mereka masih bersahabat?

Saya tau ini mungkin persoalan selera antara saya dan para pembuat film, tapi saya merasa tidak nyaman dengan shot-shot yang terlalu dekat di awal film. Hal ini bagi saya justru semakin memperlihatkan kecanggungan yang ada di antara pemain ini.

Bila beberapa film biasanya memberikan kesan yang mampu menarik perhatian para penontonnya untuk tetap setia menonton, saya  malah merasa jengah di bagian pembuka film ini. Satu hal lagi yang mengganggu saya di bagian awal film ini, lagi-lagi masalah selera saya, penggunaan transisi disolve yang entah kenapa malah merusak mood dari nuansa yang sudah dibangun. Antara transisinya kurang halus atau memang tidak cocok, saya juga tidak tahu, saya hanya berkomentar saja sesuai apa yang saya rasakan.

Selain itu, entah kenapa, saya juga kurang merasa suka beberapa bagian musik pengiring dalam film, ada yang sesuai dengan mood-nya ada yang justru merusak mood.  Emosi saya serasa naik turun dengan penyusunan komposisi musik yang digunakan sepanjang film. Bagian yang paling tidak saya sukai, musik yang dibawakan oleh Kill The DJ, salah satu cameo-nya. Rasanya seperti terlempar jauh sekali dari nuansa yang sudah dibangun sejak awal.

Ada juga dialog yang saya rasakan kejanggalannya. Di tengah obrolan intim antara Cinta dan Rangga, kenapa tiba-tiba bahas pemilu? Ng... Why?

Tapi ya, mungkin memang begitu hubungan orang dewasa, saya tidak paham, saya belum seusia mereka saat ini, jadi mungkin belum bisa menjadikan obrolan soal pemilu ketika sedang mendekatkan diri dengan pujaan hati.

Memang AADC 2? Ini ternyata kurang bisa memuaskan saya, tapi dalam beberapa hal film ini cukup bisa dinikmati. Misal, saya menyukai beberapa bagian penceritaan yang berfokus pada kehidupan Rangga, ketika ia menceritakan masa lalunya dengan cinta, dan menemui orang yang ingin dia temui, rasanya memiliki kedekatan emosional tersendiri. Puisi-puisi yang dibacakan Rangga, juga sangat memberikan pengaruh besar di film ini, rasanya magis, perhatian saya tersedot untuk fokus menghayatinya.

Secara teknis, saya menikmati setiap gambar lanskap yang muncul di film ini, rasanya lebih bisa dinikmati daripada gambar-gambar dalam ruangan yang kurang sedap dipandang. Oh, dan satu lagi, tidak seperti kebanyakan film lainnya yang menjual sponsor dalam film dengan sangat aneh dan terasa tidak menyatu dengan film, atau terlihat terlalu menjual. Kemunculan merk-merk dagang yang dimunculkan di film ini terasa sangat-sangat halus, saya sampai tidak sadar mereka sedang menjual merk-merk itu.

Secara kepuasaan pribadi, AADC 2? Tidak bisa memberikan kepuasan yang mendalam, tapi kinerja para tim ini patut diapresiasi, setidaknya ada beberapa hal yang bisa saya nikmati di film ini.


Oh, satu tambahan lagi, apakah setiap orang yang mendapatkan undangan Gala Premiere tidak diberikan tiket lagi? Saya tidak masalah sih jika memang harus bergerak lebih cepat agar dapat tempat terbaik, yang cukup mengganggu adalah orang-orang yang masih kebingungan mencari tempat duduk padahal film sudah dimulai. Sudah, itu saja sih. 

Ya begitulah kira-kira pengalaman saya menonton AADC 2? Yang cukup fenomenal ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar