Jujur saja, saya tidak pernah membuat sebuah
review, apa-apa yang saya tuliskan tentang film biasanya lebih kepada
pengalaman-pengalaman pribadi saya ketika menikmatinya. Saya merasa belum
memiliki kapabilitas yang mumpuni saja untuk menuliskan review. Begitu. Apa yang mau saya tuliskan ini juga mungkin lebih
ke komentar-komentar yang saya keluarkan ketika saya menonton film ini.
Sabtu malam kemarin, dengan beruntungnya saya bisa
menonton lebih dulu film AADC 2? Yah, lumayan ramai.
Tidak, saya tidak ikut red carpet, memang saya
siapa? Wong ini aja keberuntungan yang tidak diduga-duga.
Saya tidak tahu bagaimana harapan orang-orang di
luar sana tentang film ini, mungkin banyak yang berharap film ini akan se-magis
film pertamanya terdahulu, atau setidaknya mampu memberikan emosi yang sama
dengan mini drama-nya beberapa tahun lalu yang diproduksi untuk iklan aplikasi
perpesanan.
Itu sah-sah saja, siapa sih yang tidak
mengharapkan keberhasilan film Indonesia?
Dari para pembuat sampai penonton, atau bahkan
sampai ke tingkat investor, semua berharap film-film indonesia mengalami
peningkatan kualitas. Begitu pun saya.
Tapi saya tak pernah berharap lebih. Harapan saya
selalu sama, setidaknya terhibur ketika menonton film buatan negeri sendiri,
sudah sangat cukup.
Lalu, bagaimana dengan Ada Apa Dengan Cinta 2 ?
Film yang cukup fenomenal ini, berdasarkan namanya
yang legendaris serta sineas yang membuatnya, ternyata tidak dapat memberikan
kesan yang mendalam di diri saya. Tenang, saya juga cukup banyak merasakan ini
ketika menonton film dalam negeri. Mungkin semacam overdosis film-film buatan
luar negeri.
Entah kenapa, saya merasa ada yang janggal saja.
Beberapa kejanggalan yang saya rasakan dari film
ini adalah, entah kenapa saya kurang merasa yakin terhadap jalinan persahabatan
geng Cinta ini. Hal ini saya rasakan di awal film. Adegan pembuka yang bagi
saya kurang berkesan dan terlihat canggung ini membuat saya mempertanyakan itu.
Benarkah selama 14 tahun ini, mereka masih bersahabat?
Saya tau ini mungkin persoalan selera antara saya
dan para pembuat film, tapi saya merasa tidak nyaman dengan shot-shot yang terlalu dekat di awal
film. Hal ini bagi saya justru semakin memperlihatkan kecanggungan yang ada di
antara pemain ini.
Bila beberapa film biasanya memberikan kesan yang
mampu menarik perhatian para penontonnya untuk tetap setia menonton, saya malah merasa jengah di bagian pembuka film
ini. Satu hal lagi yang mengganggu saya di bagian awal film ini, lagi-lagi
masalah selera saya, penggunaan transisi disolve
yang entah kenapa malah merusak mood
dari nuansa yang sudah dibangun. Antara transisinya kurang halus atau memang
tidak cocok, saya juga tidak tahu, saya hanya berkomentar saja sesuai apa yang
saya rasakan.
Selain itu, entah kenapa, saya juga kurang merasa suka
beberapa bagian musik pengiring dalam film, ada yang sesuai dengan mood-nya ada
yang justru merusak mood. Emosi saya
serasa naik turun dengan penyusunan komposisi musik yang digunakan sepanjang
film. Bagian yang paling tidak saya sukai, musik yang dibawakan oleh Kill The
DJ, salah satu cameo-nya. Rasanya seperti terlempar jauh sekali dari nuansa
yang sudah dibangun sejak awal.
Ada juga dialog yang saya rasakan kejanggalannya. Di
tengah obrolan intim antara Cinta dan Rangga, kenapa tiba-tiba bahas pemilu?
Ng... Why?
Tapi ya, mungkin memang begitu hubungan orang
dewasa, saya tidak paham, saya belum seusia mereka saat ini, jadi mungkin belum
bisa menjadikan obrolan soal pemilu ketika sedang mendekatkan diri dengan
pujaan hati.
Memang AADC 2? Ini ternyata kurang bisa memuaskan
saya, tapi dalam beberapa hal film ini cukup bisa dinikmati. Misal, saya
menyukai beberapa bagian penceritaan yang berfokus pada kehidupan Rangga,
ketika ia menceritakan masa lalunya dengan cinta, dan menemui orang yang ingin
dia temui, rasanya memiliki kedekatan emosional tersendiri. Puisi-puisi yang
dibacakan Rangga, juga sangat memberikan pengaruh besar di film ini, rasanya
magis, perhatian saya tersedot untuk fokus menghayatinya.
Secara teknis, saya menikmati setiap gambar
lanskap yang muncul di film ini, rasanya lebih bisa dinikmati daripada
gambar-gambar dalam ruangan yang kurang sedap dipandang. Oh, dan satu lagi, tidak
seperti kebanyakan film lainnya yang menjual sponsor dalam film dengan sangat
aneh dan terasa tidak menyatu dengan film, atau terlihat terlalu menjual. Kemunculan merk-merk dagang yang dimunculkan di film ini terasa sangat-sangat
halus, saya sampai tidak sadar mereka sedang menjual merk-merk itu.
Secara kepuasaan pribadi, AADC 2? Tidak bisa
memberikan kepuasan yang mendalam, tapi kinerja para tim ini patut diapresiasi,
setidaknya ada beberapa hal yang bisa saya nikmati di film ini.
Oh, satu tambahan lagi, apakah setiap orang yang
mendapatkan undangan Gala Premiere tidak diberikan tiket lagi? Saya tidak
masalah sih jika memang harus bergerak lebih cepat agar dapat tempat terbaik,
yang cukup mengganggu adalah orang-orang yang masih kebingungan mencari tempat
duduk padahal film sudah dimulai. Sudah, itu saja sih.
Ya begitulah kira-kira pengalaman saya menonton AADC 2? Yang cukup fenomenal ini.